Oleh : Uda Fahlevi
Tak satu pun manusia di dunia ini nan bisa menakap nasib orang. Kok ka untung orang itu atau ka jangkangkah nasibnya, tak ada nan takap. Paling-paling hanya merosok-rosok perjalanan nasib orang saja nan bisa. Selebihnya, paling-paling juga ditakap-takap uap.
Begitu juga dengan perjalanan nasib Otong Ndo Ondo. Pria asli Wonosobo ini merupakan ”dusanak ayam” dek Etek Lebe. Makllum, Etek Lebe memang paling suka benar dengan sesuatu nan berbau luar. Dek karena Otong Ndo Ondo orang Wonosobo, maka di-perdunsanaknya si Otong ini cepat-cepat. Kesetiap sudut dikecekkannya ia berdunsanak dengan Otong Ndo Ondo.
Dulu perjalanan hidup Otong Ndo Ondo ini agak sedikit buruk. Untuk merobah nasibnya, ia bertransmigrasi dari Pulau Jawa ke Sumatera.
Setelah hidup 4 tahun di Sumatera, Otong Ndo Ondo bertemu jodoh. Ia sempat berkenalan denga seorang padusi bernama Eti Tuneh. Kalau di urut-urur ranjinya, Eti Tuneh ini masih berkarik dengan Idan Gonjong.
Perangai ke dua orang sepesukuan ini hampia serupa benar. Kalau Idan Gonjong gadang ota, Eti Tuneh begitu pula. Tapi, ada perangai yang berlebih dari Eti Tuneh ini. Muncungnya agak bercirit, namun untunglah tak sampai berbaun sampai ke angapnya.
Selain itu, muncungnya lepas lepas saja ke orang. Tak ia pikirkan orang nan ketersinggung. Maklum, orang tak bersikola lah ke namanya. Sebab, sejak kecil Eti Tuneh sudah dibawa orang tuanya masuk hutan keluar hutan. Karena, sangkek tu zaman peri-peri (PRRI).
Dek karena kurang pendidikan itu pula makanya Eti Tuneh lama dapat laki. Ia berelat sudah di usia 55 tahun, sangkek tu masih tahun 2000. Dia diperbini dek Otong Ndo Ondo, nan ketika itu berusia 32 tahun. Uda adik uni lah kenamanya!
Tahun pertama berbini dengan Eti Tuneh, Otong Ndo Ondo hanya bekerja sebagai tukang gali gali. Gali lobang...., gali sumur....., gali kolam dan gali gali nan lainnya. Dari titik peluhnya itulah Otong Ndo Ondo menghidupi diri dan bininya.
Biar bekerja berkehumpas, namun Otong Ndo Ondo tak lupa melunggukkan pitis pencariannya sedikit demi sedikit. Pitis itu dilunggukkan dalam sebuah kacio, tanpa sepengetahuan bininya.
Setelah sebelas bulan bekerja berkehumpas selama bulan carai, di bulan puasa Otong Ndo Ondo sengaja istirahat bekerja. Serupa orang kerja di kantor pula si Otong Ndo Ondo ini, pakai cuti pula.
Ketika itulah dipecahkan kacionya, terngango saja Eti Tuneh melihat pitis nan sudah terlungguk sampai sejuta. Kepada bininya itu, Ototong Ndo Ondo mengatakan akan banting setir dari kuli menjadi penggalas. Tapi ia belum tau barang apa nan akan digalaskan.
Walau Eti Tuneh orang tak bersikola lah kenamannya, tapi ketika ia mengeluarkan ide, langsung disambut dek Otong Ndo Ondo. Eti Tuneh menyarankan agar menggalas Ripik Berlada saja.
Awalnya Eti Tuneh membeli Ubi Perancis sekambut, lada agak tiga kila, dan minyak manis dua setengah kila pula. Lalu dibelinya pula lengkuas, sepedas dan garam secukupnya. Sudah tu, begitu tiba di rumah, diaduk-aduknya semua bahan tu, lalu dibuatnya Ripit Berlada, dan dijojokan ke lapau-lapau di kampungnya.
Tampaknya, pitis Otong Ndo Ondo benar nan kebetina, sebab galas nan baru dikakapnya itu akhirnya beranak pinak. Ripit Berladanya itu pun terkenal kemana-mana.
Dalam setahun mengalas Ripit Berlada itu, sudah terlungguk pula dek Otong Ndo Ondo pitis berjuta-juta. Akhirnya dia banting setir pula menjadi penggalas Pecal Lele. Karena ratak tangannya benar nan bagus, Pecal Lele Otong Ndo Ondo pun laris manis.
Belajar dari kisah ini dapat diambil kesimpulan bahwa bila Allah menghendaki, maka jadilah ia ; Innamaaa amruhuu idzaaa araada syaian an yaquula lahuu kun fayakuun.
0 Komentar