Padang, Maestro Info—Sumatera Barat (Sumbar) dulunya dikenal sebagai daerah "industri otak". Fakta pun membuktikan Sumbar banyak melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang telah menunjukkan eksistensinya di tingkat nasional dan internasional.
Kenyataan tersebut pernah diakui Israr Iskandar, SS, MA, dosen Jurusan Sejarah FIB Unand pada wartawan media ini. Katanya, banyak tokoh-tokoh bangsa yang lahir dari Sumatera Barat dikarenakan adanya sistem pendidikan yang maju dan terintegrasi dengan pembangunan karakter.
Namun kata Israr Iskandar, dalam beberapa dekade pendidikan di Sumbar mulai tertinggal dari daerah lain dan tidak lagi menjadi daerah tujuan utama untuk menuntut ilmu pengetahuan, seperti anak-anak dari Malaysia.
Israr Iskandar mengatakan, dulu pendidikan orang-orang Sumbar yang lazim disebut orang Minang cukup maju pada zamannya dibandingkan yang didapatkan beberapa suku lain, kecuali mungkin Jawa. Bahkan katanya, Sumbar termasuk paling awal yang tercerahkan oleh pendidikan modern barat maupun Islam.
Namun kata dia, cerita tentang majunya pendidikan di Sumbar ini nyaris terputus dan tak berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Harapan untuk bisa kembali ke masa kejayaan itu kini kembali membuncah, terutama ketika Rektor Universitas Negeri Padang (UNP) Prof. Ganefri, M.Pd., Ph.D yang akan mengakhiri masa jabatannya sebagai rektor pada bulan Juni mendatang, disebut-sebut merupakan calon kuat untuk menjadi Gubernur Sumbar untuk lima tahun mendatang.
Alasannya, selama menjadi Rektor UNP, Ganefri dinilai telah mencurahkan energinya untuk memajukan dunia pendidikan tinggi di Sumbar. Penghargaan sebagai Anugerah Leader Rektor Terbaik se-Indonesia Kategori Perguruan Tinggi Terakreditasi Unggul Tahun 2023 adalah capaian yang membanggakan dari Ganefri.
Ia pun dinilai tidak hanya membawa Universitas Negeri Padang menuju puncak prestasi akademis, tetapi juga melibatkan seluruh elemen akademika untuk ikut berkontribusi.
Prestasi Ganefri yang pantas dicatat adalah, dia mampu membawa Universitas Negeri Padang meraih prestasi yang tidak kalah membanggakan yakni sebagai Perguruan Tinggi Informatif dalam hasil Monev Keterbukaan Informasi Publik oleh Komisi Indonesia (KI) Republik Indonesia untuk Kategori Perguruan Tinggi Negeri pada tahun 2021 lalu.
Keberhasilan Ganefri mengembangkan pendidikan, terutama Universitas Negeri Padang ini pun diakui seorang pengamat pendidikan dan pemerintahan, DR Tarma Sartima M.Si, Rabu 28 Mei 2024.
Namun demikian kata pria yang merupakan Dekan Fakultas Ilmu Politik Universitas Eka Sakti (Unes) Padang ini, lantaran Ganefri adalah seorang akademisi, untuk maju menjadi calon Gubernur Sumbar ia harus didampingi oleh wakil gubernur seorang politisi yang berlatar belakang birokrat, kalau bisa seorang yang telah berpengalaman di eksekutif dan legislatif.
Menurut Tarma, kolaborasi akademi dan birokrat ataupun politisi duet yang ideal, karena karakteristik akademik dan birokrasi amat berbeda, maka untuk mengisi kekosongan ranah birokrasi ini perlu diisi calon dari kalangan birokrasi maupun politisi. Belum lagi dalam penyusunan dan penetapan kebijakan perlu dukungan dari partai politik.
Tak hanya itu, alumni Universitas Gajah Mada yang merupakan doktor jebolan UTM Malaysia ini mengatakan, tak hanya sekedar birokrat dan politisi yang berpengalaman di eksekutif dan legislatif, namun visinya harus sejalan dengan Ganefri yang merupakan seorang akademisi.
Ketika ditanya siapa yang paling pas untuk mendampingi Ganefri untuk memimpin Sumbar lima tahun mendatang, Tarma Sartima secara terang-terangan tak mau menyebut nama, namun secara tersirat sosok yang disebutnya hampir mirip dengan mantan Walikota Solok, mantan Bupati Solok dan mantan Ketua DPRD Sawahlunto.
“Kalau bisa sosok yang pantas untuk mendampingi pak Ganefri itu benar-benar meniti karir dari bawah, seperti menjadi pegawai negeri biasa, kemudian bertahap meniti karir, hingga menjadi pejabat pemerintahan. Bahkan bukan tak mungkin pula ia bisa menjadi Ketua DPRD, walikota bahkan mungkin bupati,” kata Tarma Sartima, seakan-akan tokoh yang dimaksudnya itu adalah Syamsu Rahim (SR).
Namun kata Tarma Sartima, meski sosok calon gubernur dan wakilnya sudah "ditemukan", namun ketika "berhadapan" dengan partai politik (parpol), mereka sering terganjal "mahar politik".
"Inilah yang sering menjadi penghambat. Putra terbaik seringkali terjegal menjadi calon karena tidak mampu menyediakan "mahar politik". Terlepas akan semua itu, sebagai anggota masyarakat kita tentunya mempunyai harapan yang besar bahwa partai-partai politik untuk mengusung calon pemimpin daerah tidak melulu mempersoalkan mahar politik, tapi benar-bebar mencari calon pemimpinan daerah yang mampu membawa kemajuan dan kemaslahatan serta kesejahteraan masyarakat. Jadi stop "mahar politik", karena ini terwujud dapat menjadi kanal putra-putra terbaik menjadi pemimpin di daerahnya tanpa terbebani modal politik," ujar Tarma.
Tak seperti Tarma Sartima, salah seorang perantau Sumbar asal Sulit Air, Solok, Ir. H Hendri Hariandi malah berani menyebut nama terang-terangan. Kata pria yang telah merintis usahanya di Pekanbaru, Riau sejak tahun 90-an ini, sosok yang pantas mendapingi Prof Ganefri adalah Syamsu Rahim.
Menurut adik kandung seorang Hakim Agung Kamar Pidana, DR Prim Haryadi SH, MH yang bergelar Dt Rajo Mansur ini, meski selama ia menggeluti bisnis di Pekanbaru, namun ia selalu mengamati perkembangan kampung halamannya, terutama Kabupaten Solok dan Kota Solok.
“Walau ambo banyak iduik di rantau, tapi ambo taruih mamantau perkembangan kampuang,” kata suami dari Wakil Pemimpin BNI Wilayah 02 Sumbar – Riau, Selasa 28 Mei 2024, yang kebetulan berada di Kota Padang untuk melakukan berbagai persiapan pelaksanaan acara batagak penghulu adat pasukuan Limo Panjang dibawah payuang panji Dt Rajo Mansur.
Kata Hendri, saat Syamu Rahim menjadi Walikota Solok 2005 – 2010, perekonomian kota itu terus berkembang pesat. Bahkan, sektor sekunder turut menyumbangkan angka pertumbuhan ekonomi, sektor jasa pihak swasta tumbuh di atas rata-rata bahkan melampaui pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat yang hanya 6,2 persen.
Bahkan kata Hendri, Kota Solok kala itu sempat menjadi sentra perdagangan yang menopang perkembangan ekonomi daerah sekitarnya, terutama Kabupaten Solok dan Kabupaten Sijunjung.
Tak hanya itu, kata alumni Faterna Unand Padang ini, kala itu Kota Solok yang berjuluk Kota Beras Serambi Madinah sangat kental nuansa Islami. Salah satu cirinya Masjid Agung Al Muhsinin. Bangunannya yang ikonik dan sekarang menjadi simbol Kota Solok tersebut, dibangun di masa kepemimpinan Syamsu Rahim.
Hendri Haryadi juga tahu persis bahwa Perda tentang Etika Pemerintahan Daerah juga lahir ketika Syamsu Rahim menjadi Walikota Solok. Perda Etika yang dibuat ini mengandung nilai agama, adat, dan hukum, tanpa mengintervensi aturan yang sudah ada.
Hendri mengatakan, sukses Syamsu Rahim dalam memimpin daerah, kembali dibuktikannya saat ia menjadi Bupati Solok 2010 – 2015. Ini pun dubuktikan bahwa Kabupaten Solok tercatat sebagai salah satu kabupaten di Sumbar yang mendapat penghargaan dalam mengelolaan pendidikan.
Tak hanya itu kata dia, Syamsu Rahim bersama wakilnya juga terbukti berhasil menghapus “label” Kabupaten Solok sebagai daerah tertinggal.
Dikatakannya, di awal kepemimpinan Syamsu Rahim, saat itu Kabupaten Solok tergolong daerah tertinggal. Dari 76 nagari yang ada di kabupaten itu, 24 nagari termasuk tertinggal dan miskin. 16 dari 24 nagari itu sangat miskin dan terisolir.
“Namun lima tahun setelah itu, pada tahun 2015 sebutan sebagai daerah tertinggal tak ada lagi,” ujar Hendri Hariadi.
Hendri menegaskan, para ketua parpol hrs menangkap peluang ini utk menyatukan Ganefri dng Syamsu Rahim, tanpa mereka hrs dibebani "mahar politik", tapi hanya utk kepentingan masyarakat dan daerah. (Febriansyah Fahlevi)
0 Komentar