Dari kiri ke kanan pengurus Lembaga Anti Narkotika Sumbar Nasrul NJ yang juga anggota DPRD Pesisir Selatan, mantan Bupati Solok Syamsu Rahim, Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Sumbar Firman Sikumbang dan Febriansyah Fahlevi pengurus FKAN Sumbar yang juga seorang jurnalis Koran Karian Khazanah.
Padang, Maestro Info—Belakangan masyarakat Sumatera Barat nyaris kehilangan jati diri sebagai orang Minangkabau. Ini terungkap dari diskusi Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Sumbar Firman Sikumbang, Pengurus Lembaga Anti Narkotika Sumbar Nasrul NJ yang juga anggota DPRD Pesisir Selatan terpilih dan Febriansyah Fahlevi Pengurus FKAN Sumbar yang juga seorang jurnalis Koran Karian Khazanah dengan mantan Bupati Solok Syamsu Rahim, Rabu 19 Juni 2024, di Kafe Damar Shaker Alai, Padang.
Dalam diskusi itu terungkap bahwa
realita ini tak hanya dialami oleh masyarakat saja, namun juga dialami oleh
pemangku pemerintah maupun pemangku adat sendiri.
Mantan Walikota Solok dan mantan Bupati
Solok Syamsu Rahim mencontohkan, dalam konsepsi adat basandi syarak, syarak
basandi kitabulah (ABS SBK) dan narasi “mambangkik batang tarandam” selama ini
sepertinya hanya dinarasikan pada saat pidato, penyampaian visi dan misi calon
pejabat baik legislatif maupun eksekutif, tetapi tidak ada tindak lanjut
setelah terpilih menjadi pejabat.
“Kenapa demikian ? Karena yang
disampaikan tidak dipahami oleh yang menyampaikan narasi tersebut, artinya yang
disampaikan itu hanya sekedar permainan kata belaka,” ujar Syamsu Rahim.
Ini saja kata Syamsu Rahim menambahkan, sudah
tidak sejalan dengan ajaran agama Islam yang mengatakan : “jangan engkau
menyampaikan sesuatu yang engkau sendiri tidak memahami dan tidak melaksanakannya,”
kata pria yang juga dikenal sebagai mantan Ketua DPRD Sawahlunto ini.
Untuk itu, kata Syamsu Rahim, mumpung
saat ini “musimnya pemilihan kepala daerah” maka ia mengimbau masyarakat agar benar-benar
memilih pemimpin yang memiliki kemampuan dan kemauan memberikan perhatian lebih
pada persoalan adat di Minangkabau dan jangan memilih calon pemimpin yang memiliki
kemampuan “mencuri perhatian” saja.
Ia berharap ke dapan berkat kesungguhan
masyarakat dalam memilih pemimpinnya, ke depan akan terpilih kepala daerah yang
benar-benar punya perhatian lebih pada organisasi adat maupun lembaga adat. Dengan
demikian para pengurusnya akan bisa menjalankan program-programnya dengan baik,
agar adat Minangkabau benar-benar indak lakang dek paneh dan indak lapuak dek
hujan.
Kata Syamsu Rahim yang pernah memberikan
kantor, mobil operasional dan anggaran Rp75 juta setahun dari APBD untuk
Kerapatan Adat Nagari (KAN) Solok saat ia menjadi Walikota Solok tahun 2005
lalu, lembaga adat butuh dukungan pemerintah untuk menjalankan
program-programnya, kalau tidak bagaimana pengurusnya akan bekerja dengan baik.
Jadi kata dia, ke depan masyarakat
Sumbar butuh pemimpin yang benar-benar punya kepedulian kepada lembaga adat dan
tak hanya sekedar mengkomat-kamitkan kepeduliannya, namun juga memiliki
komitmen yang konsisten untuk mendukung program-program lembaga adat, baik
dukungan moril maupun materil.
Ke depan kata Syamsu Rahim menambahkan, Sumbar
membutuhkan pemimpin yang mau dan mampu menghidupkan kembali mekanisme
musyawarah yang diwariskan nenek moyang orang Minangkabau dahulu.
Jadi katanya, bila mekanisme musyawarah
itu hidup dan dihidupkan, tidak ada persoalan yang tidak bisa dapat
diselesaikan bila duduk bersama, seperti adagium duduak duduak surang basampik-sampik,
duduak basamo balapang-lapang. Artinya, menyelesaikan persoalan berat akan
terasa susah kalau sendiri, namun jadi mudah jika ada pihak lain yang ikut
membantu. (Venny)
0 Komentar