Padang, Maestro
Info—Ketua
Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) perkumpulan perusahaan Media Online Indonesia
(MOI) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Anul Zufri SH, MH, PhD tak mampu
menyembunyikan keresahan atas “pengkotak-kotakan” yang dilukuan Pemerintah Provinsi
Sumbar terhadap media pers melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Sumbar Nomor 30 tahun
2018, tentang Kerjasama Pers.
Di sisi lain pria yang meraih gelar PhD
dari Universitas Asean Internasional Malaysia
ini pun tak menampik bahwa
pluralisme media terus berkembang di Indonesia, yang memiliki lebih dari 700
media cetak, 1.200 stasion radio, dan selusin stasion TV nasional dan lokal.
Akan tetapi, menurut Anul, pemerintah
gagal untuk sepenuhnya menjamin kebebasan media, lantaran terkesan dipengaruhi
oleh para politisi dan kelompok-kelompok penekan (pressure groups).
Selain itu, di Sumbar sendiri kata Anul
Zufri, Gubernur Sumbar yang saat itu dijabat oleh Irwan Prayitno, malah justru
terlihat melakukan “pengkotak-kotakan terhadap media pers yang ada di daerahnya,
dengan melahirkan Pergub Nomor 30 tahun 2018, tentang Kerjasama Pers.
Pergub tersebut kata Anul menambahkan,
mengatur tentang penyebarluasan informasi penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan
Pemerintah Provinsi Sumbar, dimana disebutkan bahwa “data dan informasi yang
telah selesai dianalisa oleh Pejabat Kehumasan untuk selanjutnya dilakukan
penyebarluasan informasi”.
Sebelumya kata Anul menambahkan, dalam
Pergub itu disebutkan, Pejabat Kehumasan dalam penyebarluasan informasi melalui
media massa dilakukan terhadap media massa yang telah memenuhi kriteria yang
terdiri atas : a. Terdaftar di Dewan Pers dan minimal terverifikasi
Administrasi; b. Penanggungjawab Media dan/atau Penanggungjawab Redaksi harus
telah dengan Kompetensi Wartawan Utama; c. Berbadan Hukum yang masih berlaku;
d. Memiliki Visi dan Misi yang jelas; e. Memiliki Struktur Dewan Redaksi yang
aktif; f. Memiliki NPWP yang masih terdaftar; g. Memiliki nomor rekening yang
aktif; h. Mempunyai SIUP dan TDP yang masih berlaku.
Anehnya ujar Anul menerangkan, dalam
ketentuan terhadap Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Pemprov Sumbar hanya mengakui
UKW yang dikeluarkan Dewan Pers, sementara Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP) yang jelas-jelas keberadaannya diakui negara dan juga melakukan uji kompetensi
terhadap wartawan malah tak diakui.
“Kondisi ini jelas menunjukan bahwa Pemerintah
Provinsi Sumbar tidak mengerti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers,
dimana di dalamnya diatur bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendirikan
perusahaan pers yang berbadan hukum,” ungkap Anul Zufri.
Ia pun mengatakan bahwa verifikasi Dewan
Pers dan kartu uji kompetensi tidak bisa dijadikan salah satu persyaratan bagi
perusahaan pers memperoleh “pekerjaan advertorial” dari pemerintah
daerah/pemerintah provinsi, karena berpotensi menghilangkan hak ekonomi pemilik
media yang berbadan hukum sah dari Kemenkum HAM RI.
Karena itulah Anul Zufri melalui DPW MOI
Sumbar beberapa kali mengajukan surat permohonan untuk audiensi dengan pemerintah
daerah melalui Gubernur Sumbar, namun selama itu pula niat baiknya tersebut
belum bisa terwujud.
Beruntung, Gubernur Sumbar Mahyeldi
Ansharullah yang akan kembali bertarung pada pemilihan kepala daerah beberapa
bulan ke depan, bersedia untuk menerima pegurus MOI Sumbar untuk audiensi dan
membicarakan hal-hal penting untuk kemajuan Sumbar lima tahun mendatang.
Pertemuan itu berlangsung di Istana
Gubernur Sumbar, Jalan Jenderal Sudirman, pada Senin siang 22 Juli 2024.
Entah memang tidak mengetahui adanya “pengkotak-kotakan”
media pers di lingkungan Pemrov Sumbar, saat itu Mahyeldi mengucapkan terima
kasih atas informasi yang diberikan Pengurus MOI Sumbar. Bahkan ia sempat
melayangkan pujian pada Ketua MOI Sumbar Anul Zufri yang bergelar PhD.
“Ini sangat luar biasa, setahu saya baru
pak Anul dari wartawan Sumbar yang menyandang gelar PhD,” ujar Mahyeldi.
Mahyeldi yang didampingi Mursalim, AP,
M.Si sebagai Kepala Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Setda Provinsi Sumatera
Barat dan Sekretaris Diskominfo Pemprov Sumbar berjanji akan meninjau Pergub Nomor
30 tahun 2018, tentang Kerjasama Pers tersebut.
Bahkan kata Mahyeldi, bila
jelas-jelas Pergub Nomor 30 tahun 2018 itu merugikan, bukan tak mungkin Pergub
tersebut akan dicabut. (Venny)
0 Komentar