Memanusiakan Korban Pengguna Narkotika di Lapas Muara

 

Ketua Lembaga Anti Narkotika (LAN) Sumbar Firman Sikumbang (kanan) foto bersama dengan Kalapas Kelas IIA Padang, Marten Bc.IP, SH (kiri).

Padang, Maestro Info—Selasa 6 Agustus 2024 itu hari masih terbilang pagi, matahari pun belum seutuhnya menampakan rupa dan bergerak belum seberapa tinggi. Sementara jarum jam baru menunjukan pukul 08.45 WIB, namun puluhan orang warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Padang di Jalan Muara, Berok Nipah, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang terlihat bersemangat untuk mengikuti kegiatan harian rehabilitasi sosial di lapas yang didirikan tahun 1911 dan menjadi salah satu cagar budaya di Kota Padang ini. Program sebagai ajang intropoksi diri dan wadah komunikasi tersebut mereka namakan dengan morning meeting.

            Sementara ratusan warga binaan lainnya terlihat sibuk dengan aktifitas lainnya di Lapas yang terdiri dari 8 blok hunian yang mencakup 29 kamar tersebut.

            “Yah.... beginilah kondisi sehari-hari warga binaan yang sedang menjalani sanksi pidana di Lapas Muara Padang. Sanksi pidana umumnya adalah sebagai alat pemaksa agar seseorang menaati norma-norma yang berlaku, dimana tiap norma mempunyai sanksi sendiri-sendiri dan pada tujuan akhir yang diharapkan adalah upaya pembinaan atau treatment,” kata Kalapas Kelas IIA Padang, Marten Bc.IP, SH didampingi Mona Ariska Putri, Amd,Kep, SH, Kasi Pembinaan Narapidana dan Anak Didik saat menemani wartawan media ini melihat kondisi Lapas dari dekat.

            Dikatakan oleh mantan Kalapas Kelas IIA Bukittinggi ini, meski warga binaan tersebut merupakan seorang human offender atau manusia pelanggar hukum, namun sebagai manusia, mereka tetap pula bebas mempelajari nilai-nilai baru dan adaptasi baru. Oleh karena itu, dalam pengenaan sanksi pihaknya harus pula bersifat mendidik. Sebab, hanya dengan cara itu ia dapat kembali kemasyarakat sebagai manusia yang utuh.

            Yang pasti kata Marten menambahkan, penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai “pembalasan dendam”, namun adalah pemberian bimbingan dan pengayoman agar menjadi insaf dan dapat menjadi anggota masyarakat yang baik.

            “Inilah konsep baru fungsi pemidanaan yang bukan lagi sebagai penjeraan belaka, namun juga sebagai upaya rehabilitasi dan integrasi sosial. Konsepsi itu di Indonesia disebut

Pemasyarakatan,” beber Marten.

Dalam sistem pemidanaan, kata Marten menambahkan, berlaku double track system yakni sanksi pidana dan sanksi tindakan, yang diterapkan dalam kedudukan yang setara karena sama-sama penting, yakni bahwa pemidanaan itu sesungguhnya memiliki unsur pencelaan atau penderitaan lewat sanksi pidana dan unsur pembinaan lewat sanksi tindakan.

            Dikatakan Marten, adapun maksud pembinaan dalam pemasyarakatan, yakni kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana.

            “Karena itu kita di Lapas Muara merasa perlu perlu melakukan pembinaan dan pembimbingan narapidana atau warga binaan pemasyarakatan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan,” ungkap Marten.

Ia pun mengatakan bahwa perlakuan terhadap narapidana yang tersangkut kasus narkotika, baik pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Kemudian dalam proses pemidanaan bagi penyalahguna dan dalam hal penyalah guna yang dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

 

Warga Binaan Permasyarakatan Lapas Kelas II A Padang sedang melaksanakan program rehabilitasi morning meeting sebagai ajang komunikasi dan evaluasi diri.

Dalam proses rehabilitasi ini kata Marten menambahkan, juga perlu dilakukan dengan membuat program kerjasama dengan Kementrian Kesehatan, Kementrian Sosial dan bahkan dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Pelaksanaan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalahguna narkotika sebagai warga binaan pemasyarakatan ini kata Marten, diatur di dalam Peraturan Menteri Republik Indonesia. Rehabilitasi medis diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2012 tentang Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang Dalam Proses atau yang Telah Diputus Oleh Pengadilan.

Sedangkan dalam rehabilitasi sosial, kata Marten lagi, diatur dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 56/HUK/2009 tentang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya.

 

 

PEMBINAAN KHUSUS

Kalapas Kelas IIA Padang, Marten Bc.IP, SH menghela nafas panjang sembari menghebuskan asap dari sebatang rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) yang dihisapnya dalam-dalam ketika diminta penjelasannya tentang isu yang berkembang menyebutkan bahwa narapidana atau warga binaan di dalam Lapas tidak hanya terkungkung secara fisik, namun juga terkungkung secara batin.

Di Gazebo, sebuah bangunan terbuka yang berfungsi sebagai tempat berkumpul dan bersantai di Lapas Muara Padang itu, pria yang memulai tugasnya di Lapas Muara Kelas IIA Padang bulan Oktober 2023 ini pun berupaya memilih padanan kalimat bijak untuk menanggapi pertanyaan wartawan media ini.

Ia berupaya memulai kalimatnya dengan mengatakan ; “bila itu hanya anggapan atau penilaian, itu sah-sah saja. Namun bila mereka telah melihat bagaimana kehidupan yang dirangkai warga binaan seahari-hari di Lapas Muara Padang namun mengeluarkan pernyataan tersebut, itu baru persoalan dan perlu ditelusuri apa maksud dan tujuannya”.

Dikatakannya, cara yang dilakukan Lapas agar narapidana atau warga binaan pemasyarakatan tidak mengulangi tindak pidananya atau residiv, yakni dengan melakukan pembinaan khusus, yang dapat memulihkan keadaan fisik dan mental warga binaan menjadi sehat atau baik.

“Fungsi Lapas juga sebagai lembaga penegak hukum, bahwa sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan, yang merupakan rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar warga binaan pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab,” ujarnya.

 

Warga Binaan Permasyarakatan Lapas Kelas II A Padang saling berangkulan saat melaksanakan program rehabilitasi morning meeting dan mereka menyatakan tekad tak akan mengulangi kesalahannya.


MEMBENTUK AGEN PEMULIHAN

Sebagai Kepala Lapas Kelas II A Padang yang merupakan salah satu tempat yang ditunjuk sebagai pusat rehabilitasi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika, Marten berjanji akan menjadikan Lapas Muara sebagai pusat rehabilitasi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika, terutama dalam mengantisipasi kurangnya tempat rehabilitasi di Sumbar saat ini.

            Dikatakan Marten, kebijakan Kemenkumham sangat jelas bahwa pecandu dan penyalahguna narkotika memang wajib direhabilitasi sekalipun tengah dalam proses hukum.

“Selain sesuai amanat UU Narkotika, lapas sebagai tempat rehabilitasi juga diamanatkan UU Nomor  22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan,” terang Marten.

Dikatakan, dari sekitar 900 orang lebih warga binaan di Lapas Kelas II A Padang, 60 persen diantaranya adalah napi atau warga binaan yang merupakan pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika.

Marten menyebutkan, warga binaan yang merupakan pecandu, penyalahguna dan penyalahgunaan narkoba, yang saat ini mendapatkan kesempatan rehabilitasi sangat kecil. Untuk itu ia berharap seorang pecandu, penyalahguna atau korban penyalahgunaan narkoba yang mendapatkan sanksi hukum tetap diberikan rehabilitasi sebagai bentuk hukuman atau sanksi yang diterima.

”Kita harus sama-sama menempatkan para pecandu dan penyalahguna narkotika ini, juga sebagai korban,” katanya.

Salah satu langkah yang dilakukan Lapas Kelas II A Padang ujar Marten, adalah dengan membentuk agen pemulihan (recovery crew).

“Langkah ini kita ambil demi mewujudkan Lapas Padang Bersinar atau bersih dari narkoba. Agen pemulihan yang beranggotakan lima Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ini dibentuk dan dikukuhkan oleh Pembina Rehabilitasi Lapas Padang,” ujarnya.

Marten menyebutkan, agen pemulihan ini bertugas mengajak WBP lain untuk sama-sama memerangi narkotika. “Menjadi kewajiban mantan pecandu untuk menyampaikan pesan kepada para pecandu lainnya agar sama-sama bisa lepas dari jeratan adiksi atau kecanduan,” katanya.

Rehabilitasi narkotika kata Marten lagi, merupakan program pembinaan unggulan Lapas Padang. Dimana semenjak tahun lalu Lapas Padang diberi kepercayaan untuk melaksanakan rehabilitasi sosial pada ratusan warga binaan, seperti kegiatan penutupan Program Layanan Rehabilitasi Pemasyarakatan Tahap I dan Pembukaan Program Layanan Rehabilitasi Pemasyarakatan Tahap II Tahun Anggaran 2024 di Lembaga  Permasyarakatan (Lapas) Kelas II A Padang, yang dilaksanakan pada Senin 1 Juli 2024 lalu.

Selain melibatkan agen pemulihan yang berasal dari warga binaan yang telah mulai menyadari kesalahannya, Lapas Padang juga melibatkan pihak BNN dalam kegiatan rehabilitasi tersebut. Biasanya yang diutus untuk memberikan motivasi adalah mantan pencandu narkotika yang telah pulih. (Firman Sikumbang/Febriansyah Fahlevi)

Posting Komentar

0 Komentar

Selamat datang di Website www.maestroinfo.id, Terima kasih telah berkunjung.. tertanda, Pemred: An Falepi