Padang, Maestro Info—Pasangan suami isteri M. Marwan (45 tahun) dan Defi Martalina (42 tahun) begitu terkejut manakala anaknya Rafa Dinofal (12 tahun) yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) Negeri 34 Padang tiba-tiba membawa pesan politik kepada mereka usai mengikuti acara bertajuk Apel Jumtek (Jumpa Bakti Gembira dan Temu Karya) yang melibatkan relawan Palang Merah Indonesia (PMI) dan mayoritas anak-anak, yang diselenggarakan di Lubuk Minturun, Kecamatan Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada 13-17 September 2024 lalu.
Pesan politik yang dibawa anak ketiganya itu terkait siapa sosok calon Walikota dan Wakil Walikota Padang yang akan dipilih pada pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (pilkada) 27 November mendatang.
“Bisuak di pilkada ayah jo ibu piliah pak Fadli Amran jo Buya Maigus Nasir yo !,” kata Rafa, anak yang masih bau kencur itu pada ayah dan ibunya.
Menurut Defi Martalina, wanita pedagang donat tersebut, kepada wartawan media ini, Senin 23 September 2024, ia agak terperanjat juga mendengar anaknya berbicara politik.
Namun kata Defi menambahkan, lantaran ia tak ingin mengecewakan si buah hati, secara spontan ia mengacungkan jari jempol sambil mengangguk pada anaknya itu.
“Belakangan saya baru tahu dari media sosial bahwa anaknya telah “dicekoki” dengan pesan politik saat mengikuti acara Jumpa Bakti Gembira dan Temu Karya PMI Kota Padang tersebut,” kata Defi menjelaskan.
Seperti diketahui, belakangan beredar kabar bahwa PMI Kota Padang terseret dalam polemik setelah muncul dugaan bahwa kegiatan relawan yang diselenggarakan di Lubuk Minturun pada 13-17 September 2024 itu patut diduga mencampurkan dengan unsur politik, terkesan bernuansa kampanye dengan mendukung salah satu calon Walikota dan Wakil Walikota Padang dalam pilkada serentak pada 27 November mendatang.
Acara bertajuk Apel Jumtek (Jumpa Bakti Gembira dan Temu Karya) yang
melibatkan relawan Palang Merah Indonesia (PMI) dan mayoritas anak-anak.
VIDEO AJAKAN KAMPANYE BEREDAR DI PUBLIK
Sebuah video yang tersebar luas di media sosial memperlihatkan momen di mana para relawan muda PMI secara tidak langsung diminta untuk mendukung salah satu calon pasangan Walikota - Wakil Walikota, Fadli Amran dan Maigus Nasir. Suara dalam video tersebut menyampaikan pesan agar anak-anak yang hadir menyampaikan kepada orang tua mereka untuk memilih salah satu calon.
Lebih jauh lagi, narasi dalam video mengklaim bahwa kemenangan Maigus Nasir akan memperkuat PMI Kota Padang.
Menanggapi kontroversi ini, Ketua PMI Sumatera Barat, H. Aristo Munandar, dengan tegas menolak keterlibatan PMI dalam politik praktis. Menurutnya, salah satu prinsip kepalangmerahan internasional yang wajib dipegang teguh adalah netralitas, yang berarti PMI tidak boleh memihak atau menjadi alat politik bagi pihak manapun, termasuk dalam pemilihan kepala daerah.
“PMI di seluruh Indonesia, termasuk PMI Kota Padang, tidak boleh menjadi bagian dari kampanye politik atau mendukung calon kepala daerah manapun,” ujar Aristo dengan tegas.
Ia juga menekankan bahwa pernyataan yang muncul dalam video tersebut bukanlah representasi resmi dari institusi PMI, melainkan merupakan pernyataan pribadi dari salah seorang pengurus PMI Kota Padang.
Senada dengan Aristo, Ketua Bidang Organisasi PMI Sumatera Barat, H. Aim Zein, menegaskan bahwa insiden ini telah mencederai prinsip netralitas PMI. Ia menyebutkan bahwa pihaknya sudah mengadakan rapat khusus untuk membahas kejadian ini dan merekomendasikan sanksi terhadap pengurus PMI Kota Padang yang terlibat dalam dugaan kampanye tersebut.
“Kami sudah mengirim surat kepada Ketua PMI Kota Padang agar memberikan sanksi kepada pengurus yang terlibat. Para pengurus PMI yang ingin terlibat dalam politik praktis dipersilakan, namun mereka harus mengambil cuti atau mengajukan status non-aktif terlebih dahulu, seperti yang telah dilakukan oleh pengurus PMI Bukittinggi dan PMI Kota Solok saat Pemilu Legislatif yang lalu,” jelas Aim.
Sementara itu H. Wahyu Iramana Putra, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Padang juga mengaku kecewa dengan kejadian tersebut. Ia pun dengan tegas mengatakan bahwa kegiatan yang berpotensi memuat ajakan kampanye, apalagi melibatkan anak-anak di bawah umur, merupakan pelanggaran serius terhadap aturan kampanye yang diatur oleh Undang-Undang Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Jika ini adalah kampanye terselubung, maka jelas ini melanggar aturan. Menurut UU KPU, kampanye hanya boleh dilakukan setelah nomor urut calon ditetapkan. Jika dilakukan sebelum itu, maka ini adalah bentuk pelanggaran hukum,” tegas Wahyu.
Ia juga mengingatkan agar setiap calon kepala daerah dan tim suksesnya mematuhi regulasi yang ada, demi menjaga proses demokrasi yang bersih dan adil.
“Paslon dan tim sukses harus lebih dulu menaati aturan agar demokrasi bisa berjalan dengan baik, sehingga kita bisa melahirkan pemimpin yang berkualitas,” tambahnya. (Hen/Mond/Fahlevi)
0 Komentar