Pemko Padang Curahkan Perhatian pada ODGJ

Seorang ODGJ yang tertidur nyenyak di tengah terik matahari.

Bajunya kumal dan rambut tak terurus. Terkadang mereka tertawa lepas, menangis dan berbicara sendiri. Orang Dengan Ganguan Jiwa (ODGJ) seperti ini cukup banyak berkeliaran di jalan-jalan utama Kota Padang, Sumatera Barat. Mereka butuh perhatian dan pembinaan. Siapa yang bertanggungjawab memberikannya?

 

Padang, Maestro Info—Tatapannya kosong, pakaian yang melekat di tubuhnya belumlah seberapa kumal. Namun, kulit muka dan rambutnya terlihat sudah sangat tak terurus. Aroma yang keluar dari tubuhnya pun tercium tidak sedap. Maklum, ia tak tahu lagi jadwal kapan harus mandi dan berdandan.

Wanita tua yang diperkirakan berusia sekitar 58 tahun itu, sering terlihat di jalan-jalan utama Kota Padang. Di bawah terik matahari siang, dengan bertelanjang kaki, ia terlihat menyisiri beberapa ruas jalan, seperti ; Jalan Sawahan, Khatib Sulaiman, Lolong, Pasar Raya Padang, bahkan ia juga terlihat di sepanjang Jalan By Pass.

Ketika disodorkan makanan, tanpa berbasa-basi ia langsung menyambarnya. Begitu mulai makan, celoteh tak karuan pun segera meluncur dari multnya. "Laki urang lakinyo juo, harato tandeh nyo ma ilang. Cubooo lah, kok ndak den cancang-cancang beko (suami orang suaminya juga, harta habis dia menghilang. Cobalah, kalau tidak bakalan saya cencang-cencang nanti)," ujarnya tanpa tahu apa maksud dari kata-kata yang tak menyambung antara satu dengan yang lainnya itu.

Ketika ditanya namanya, spontan saja ia menjawab; Nurbaya. Pada saat yang sama, namun di menit yang berbeda, ia juga mengaku bernama Ratna. Tiba-tiba namanya berganti lagi dengan Mayarni. Begitu juga dengan tempat tinggalnya, adakalanya ia mengaku tinggal di Koto Tingga, namun terkadang ia juga mengaku tinggal di Koto Marapak dan Anduriang.

Berbeda dengan wanita malang yang punya nama segudang (Nurbaya, Ratna, Mayarni dan beberapa nama lainnya), seorang pria yang di temui di kawasan Jalan Sawahan Padang ini, terlihat begitu kumal. Pakaian compang-camping yang dikenakannya berlapis-lapis. Rambut, kumis dan jengotnya pun tak terurus.

Dengan beralaskan kantong kresekan berwarna putih yang ditentengnya, pria ia bertubuh agak kekar ini merebahkan tubuhnya di trotoar jalan, tanpa peduli saat itu matahari tengah terik menyengat.

Begitu ia terbangun, ia tak sungkan menerima sebatang rokok yang disuguhkan padanya. Tanpa harus didahului dengan secangkir kopi, pria berkluit kotor ini langsung menyulut rokok 234 yang diberikan padanya.

Sambil mengepulkan asap rokok ke udara, pria yang mengakui dirinya sebagai ketua ini terlihat tersenyum-senyum. Tiba-tiba dari mulutnya keluar kata-kata; "dunsanak tu pitih. Pitih tu dunsanak (saudara itu uang. Uang itu saudara)," ujarnya sambil tertawa dan mengangguk-anggukkan kepalannya.

Melihat dari logat bahasanya, lelaki ini berasal dari daerah Sumbar bagian selatan. Ketika ditanya dari mana ia berasal, ia malah tertawa terbahak-bahak. Lalu dengan enteng ia berkata ; “waang gilo”. Lalu ia tertawa lagi terkekeh-kekeh.

Sejurus kemudian, ia berkata lagi ; “bantuak ang ko loh nan ka jadi polisi ko. Sia nan ka jadi polisi tu lah jaleh. Karajonyo samo jo den (orang seperti kamu ini pula yang akan jadi polisi nih. Siapa yang akan jadi polisi itu sudah jelas. Kerjanya sama dengan saya),” ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak.

Berbeda dengan pria bertubuh kekar tersebut, lelaki gaek yang sering dijumpai di kawasan Air Tawar dan kadang juga di sua di jalan KH Ahmad Dahlan (dekat pasar Alai) ini terlihat lebih sedikit tenang. Pembawaannya pun sedikit berwibawa. Ia tak banyak berbicara.

Ketika berbicara dengan lelaki tua yang diperkirakan berusia sekitar 65 tahun ini, sedikit banyaknya masih menyambung. Namun, terkadang ada juga celotehnya yang tak ada kaitannya dengan pertanyaan. Ketika ditanya siapa nama dan di mana ia tinggal, lelaki ini malah menjawab; ‘tanah tu pangkanyo punyo si Pirin. Tapi dek paja gilo tu banyak pitih, kini tanah tu lah bapindah tangan (tanah itu awalnya punya si Pirin. Tapi karena orang gila itu banyak uang, kini tanah itu sudah berpindah tangan),” ujarnya dengan mimik serius.

Berdasarkan penelusuran wartawan media ini, jumlah orang berpenyakit gangguan jiwa (orang gila) yang berkeliaran di Kota Padang ini cukup banyak. Diperkirakan, jumlahnya tak kurang dari 50 orang. Dari jumlah tersebut, wartawan media ini  mengidentifikasi, beberapa orang diantaranya bukanlah warga Kota Padang. Ada yang meyakini, mereka merupakan “orang gila impor” dari sejumlah daerah di Sumbar.

Seorang ODGJ mengenakan pakaian berlapis sedang menyusuri jalan KH Ahmad Dahlan menuju Pasar Alai, Kelurahan Alai Parak Kopi, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang.

Apapun realitanya, Pemerintah Kota Padang saat dipimpin Hendri Septa berusaha mencurahkan perhatiannya dengan melakukan berbagai langkah penanganan. Bahkan Hendri Septa mengkolaborasikan tiga dinas untuk menangani persoalan tersebut, yaitu Dinas Kesehatan bekerjasama dengan rumah sakit Rumah Sakit Jiwa HB. Saanin untuk menangani pengobatan, .Dinas Sosial menganggarkan transportasi penjangkauan/penjemputan ODGJ yang melibatkan Sat Pol PP dan assesment.

Kepala Dinsos Kota Padang Heriza Syafani, S.STP, M.PA yang dihubungi wartawan media ini, Selasa 24 September 2024 mengatakan, dalam persoalan ini yang menjadi prioritas pemerintah kota untuk ditangani adalah ODGJ terlantar atau yang meresahkan orang banyak.

Heriza Syafani pun mencontohkan kinerja yang telah dilakukan Pemerintah Kota Padang pada tahun 2023 lalu.

“Pada tahun 2023 lalu kita telah melakukan proses rehabilitasi terhadap ODGJ, jumlahnya mencapai 92 orang. ODGJ ini kemudian dibawa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) HB Saanin untuk proses penanganannya. Untuk penanganan lanjutan kita bekerjasama dengan Panti Pelita Insani,” kata Heriza Syafani menjelaskan.

Sebelumnya kata dia menambahkan, pihaknya berkoordinasi dengan Satpol PP Kota Padang untuk melakukan penjangkauan dan pengamanan. 

"Selanjutnya kita merekomendasikan ODGJ tersebut dirawat atau direhabilitasi secara medis di RSJ HB Saanin," ujarnya.

Selain itu kata Heriza Syafani, pihaknya juga membantu membuatkan identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik untuk ODGJ yang sudah sembuh. Ini dilakukan sebagai wujud komitmen Pemko Padang dalam pemberian pelayanan.

“Untuk pembuatan perekaman datanya kita bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Padang. Identitas tersebut digunakan untuk mendapatkan BPJS kesehatan. Selanjutnya bagi ODGJ yang punya identitas baik luar maupun dalam daerah, dikembalikan ke keluarganya,” jelas Heriza Syafani.

Apa yang telah dilakukan Pemerintah Kota Padang dalam penanganan ODGJ yang banyak berkeliaranan di jalanan tersebut mendapat sambutan positif dari Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Eka Sakti Padang Dr Tarma Sartima M.Si.

Menurut pria jebolan Universitas Gajah Mada ini, langkah yang dilakukan Pemerintah Kota Padang tersebut sudah tepat. Karena bagaimana pun keberadaan ODGJ yang berkeliaran tersebut akan merusak ketertiban, ketentraman dan keindahan kota.

“Pembinaan terhadap ODGJ ini akan lebih banyak manfaatnya ketimbang membiarkan mereka berkeliaran di jalanan,” papar Tarma Sartima. (Febriansyah Fahlevi)

Posting Komentar

0 Komentar

Selamat datang di Website www.maestroinfo.id, Terima kasih telah berkunjung.. tertanda, Pemred: An Falepi