Padang, Maestro
Info—Seperti
diketahui, karut marut persoalan penghapusan tenaga honorer sebenarnya mulai
muncul pasca Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara mengeluarkan Surat
Edaran No. B/185/M.SM.02.03/2022, tentang Status kepegawaian di Lingkungan
Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah beralasan penghapusan tenaga honorer dilakukan karena kesejahteraannya jauh dibawah UMR, untuk itu pemerintah dan DPR mencari jalan agar kompensasi yang diterima tenaga honorer bisa setara dengan Upah Minimum Regional (UMR).
Namun pada tahun 2023 berkembang pula kabar bahwa penghapusan tenaga honorer berpotensi besar untuk ditunda, menyusul usulan baru yang dimuat di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN). Usulan ini akan memberikan tenggat waktu untuk kebijakan tersebut hingga Desember 2024. Ketentuan ini dimuat dalam UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diteken Jokowi pada Selasa 31 Oktober 2023.
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR Syamsurizal pada wartawan, tenggat waktu itu nantinya akan dipakai untuk proses alih status dari honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Proses peralihan itu nantinya akan termasuk proses seleksi hingga tes untuk menentukan para tenaga honorer bisa menjadi PPPK atau tidak.
Namun apa pun kenyataannya, pada 19 November 2024 lalu ratusan Tenaga Harian Lepas dan Honorer Pemerintah Kota Padang Panjang, melakukan aksi damai menuntut kejelasan nasib mereka di halaman Balaikota Padang Panjang.
Dari informasi yang dihimpun wartawan media ini, aksi itu dipicu oleh kabar pada awal tahun 2025 nanti seluruh non ASN di Kota Padang Panjang akan diberhentikan, dan Pemko tidak lagi menganggarkan gaji untuk para non ASN tersebut.
Dalam aksi damai tersebut koordinator aksi Roni, menuntut agar Pemko tidak memberhentikan sepihak non ASN di Kota Padang Panjang ini.
“Kami juga menolak adanya outsourcing yang akan dilakukan Pemko Padang Panjang, karena hal itu tentunya akan menjadikan kami sebagai alat dan barang bisnis dari Pemko dan Perusahaan,” ujar Roni.
Pada kesempatan itu Roni juga menuntut, Pemko Padang Panjang untuk mengangkat seluruh non ASN di kota itu menjadi PPPK.
“Jika daerah lain bisa mengangkat seluruh non ASN menjadi PPPK, tentunya Pemko Padang Panjang harus mampu melakukan hal yang sama. Ini salah satu poin yang kami tuntut dalam aksi damai ini,” ungkap Roni.
Menanggapi aksi demo ini, salah seorang warga Kota Padang Panjang Dasrizal Darwis SH, M.Kn mengatakan, sebenarnya persoalan ini sudah harus bisa diselesaikan oleh Walikota Padang Panjang periode 2018–2023 Fadli Amran sebelum mengakhiri masa jabatannya pada 9 Oktober 2023.
Alasannya kata alumni Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) ini, kabar tentang penghapusan tenaga honorer itu sudah beredar sejak tahun 2022 dan 2023.
“Kalau persoalan ini cepat dicarikan solusinya, tentu tak akan terjadi aksi seperti kemarin,” kata ayah dari dua orang anak ini.
Pria yang mengaku sebagai pengagum Fadli Amran ini mengatakan, harusnya dahulu Fadli Amran harus banyak belajar dan bertanya pada Walikota Padang Hendri Septa, yang pernah menjabat walikota sejak 7 April 2021 menggantikan Mahyeldi untuk sisa masa jabatan 2019–2024.
Kata Dasrizal, fakta membuktikan saat itu Hendri Septa berhasil memperjuangkan nasib tenaga honor di Kota Padang ke pemerintah pusat.
“Saya rasa semua masyarakat di Kota Padang tau kabar itu, bahkan mungkin anak kecil pun tau,” kata pria kelahiran Januari 1967 ini sambil tersenyum.
Seperti diketahui, saat itu Hendri Septa sebagai Walikota Padang bersama Kepala BKPSDM rela bolak balik ke Jakarta untuk melobi Pemerintah Pusat melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Menpan RB), guna memperjuangkan nasib ribuan tenaga honorer tersebut. (Febriansyah Fahlevi)
0 Komentar